KOMPAS.com/Indra Akuntono
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dalam rapat paripurna RPJMD dan
Raperda pengelolaan sampah, di ruang sidang paripurna DPRD DKI Jakarta,
Selasa (5/3/2013).
JAKARTA, -
Ucapan anggota DPRD DKI Jakarta Ashraf Ali bahwa interpelasi akan
berujung pemakzulan untuk Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dipandang
sinis. Jika ada pilihan, siapa yang layak dimakzulkan, Jokowi atau DPRD?
"Mungkin kalau saja ada pilihan lain bagi warga Jakarta, apakah akan meng-impeachment Jokowi atau memakzulkan anggota dewan, saya kok haqul yakin warga Jakarta akan lebih memilih memakzulkan anggota dewan," kata pengajar komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi kepada Tribunnews.com, Sabtu (25/5/2013).
Sayangnya, kata dia, sistem ketatanegaraan Indonesia tidak mengatur hal tersebut. "Kalaupun ada, warga Jakarta jangan memilih lagi anggota Dewan yang menghalangi program Jokowi di Pemilu 2014 mendatang," tuturnya.
Menurut Ari, rencana pemakzulan tersebut tidak memiliki pijakan yang berdasar. Sebab, permasalahan mundurnya 14 rumah sakit dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS) sudah terselesaikan dengan baik.
Ari mengingatkan, warga Ibu Kota kadung menaruh harapan yang sangat besar pada kepemimpinan Jokowi yang merakyat. Masalah KJS yang seret di awal pelaksanaan, kisruhnya pembebasan lahan Waduk Pluit atau mundurnya pelaksanaan pembangunan MRT, misalnya, belum cukup dijadikan alasan menilai ketidakberhasilan duet Jokowi-Basuki.
"Yang harus diingat oleh anggota dewan pengusul hak interpelasi, Jokowi adalah pendobrak sistem kaku yang selama ini dipraktikkan pejabat-pejabat sebelumnya yang lekat dengan praktik KKN," tuturnya.
Jangan-jangan, kata Ari, apa yang disampaikan penggagas hak interpelasi hanya alat tawar politik semata. Menurut dia, harus diakui, proses penganggaran di DPRD juga kerap berjalan lamban karena adanya transaksi politik di setiap pembahasan mata anggaran.
"Cara-cara lama rezim sebelumnya yang diberantas Jokowi-Ahok rupanya tetap mendapat resistensi dan perlawanan dari anggota Dewan. Ini justru yang harus kita waspadai bersama," imbuhnya ( Kompas com - IMN News ).
"Mungkin kalau saja ada pilihan lain bagi warga Jakarta, apakah akan meng-impeachment Jokowi atau memakzulkan anggota dewan, saya kok haqul yakin warga Jakarta akan lebih memilih memakzulkan anggota dewan," kata pengajar komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi kepada Tribunnews.com, Sabtu (25/5/2013).
Sayangnya, kata dia, sistem ketatanegaraan Indonesia tidak mengatur hal tersebut. "Kalaupun ada, warga Jakarta jangan memilih lagi anggota Dewan yang menghalangi program Jokowi di Pemilu 2014 mendatang," tuturnya.
Menurut Ari, rencana pemakzulan tersebut tidak memiliki pijakan yang berdasar. Sebab, permasalahan mundurnya 14 rumah sakit dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS) sudah terselesaikan dengan baik.
Ari mengingatkan, warga Ibu Kota kadung menaruh harapan yang sangat besar pada kepemimpinan Jokowi yang merakyat. Masalah KJS yang seret di awal pelaksanaan, kisruhnya pembebasan lahan Waduk Pluit atau mundurnya pelaksanaan pembangunan MRT, misalnya, belum cukup dijadikan alasan menilai ketidakberhasilan duet Jokowi-Basuki.
"Yang harus diingat oleh anggota dewan pengusul hak interpelasi, Jokowi adalah pendobrak sistem kaku yang selama ini dipraktikkan pejabat-pejabat sebelumnya yang lekat dengan praktik KKN," tuturnya.
Jangan-jangan, kata Ari, apa yang disampaikan penggagas hak interpelasi hanya alat tawar politik semata. Menurut dia, harus diakui, proses penganggaran di DPRD juga kerap berjalan lamban karena adanya transaksi politik di setiap pembahasan mata anggaran.
"Cara-cara lama rezim sebelumnya yang diberantas Jokowi-Ahok rupanya tetap mendapat resistensi dan perlawanan dari anggota Dewan. Ini justru yang harus kita waspadai bersama," imbuhnya ( Kompas com - IMN News ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar