Rabu, 29 Januari 2014

Kiai Kharismatik dari Pati Jawa Tengah KH. Sahal Mahfudz Kini Telah Pergi

Kiai Kharismatik Dari Pati KH.Sahal Mahfudz Wafat.

IMN News - Nadhatul Ulama kembali kehilangan satu ulama besar yang kini menjabat sebagai Rois Aam Syuriah, Dr. (HC). KH. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz, yang wafat pada Jumat dinihari, 24 Januari 2014 di rumahnya di Kompleks Pesantren Maslakhul Huda, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Kiai Sahal dikenal sebagai salah satu ulama terbaik yang dimiliki NU meninggal dalam usia 77 tahun setelah lama menderita gangguan jantung dan paru-paru.

Lahir dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren dan mengabdi di pesantren. Kiai yang dikenal dengan pemikiran fikih sosialnya ini, pertama kali terpilih sebagai Ketua Rais Aam dalam Muktamar XXX NU di Lirboyo, Kediri, 26 November 1999. Kiai karismatik yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ini meninggal pada usia 77 tahun di kediamannya, kompleks Pesantren Maslakhul Huda, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah.

Seperti ditulis Tempo.co, Kiai Sahal terlahir dengan nama Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudz bin Abd Salam Alhajaini dari pasangan Kiai Mahfudz bin Abd Salam Alhafidz dan Hj Badiah. Ia lahir di Desa Kajen, Margoyoso Pati pada 17 Desember 1937. Kiai Sahal merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.

Dedikasinya kepada pesantren, masyarakat, dan ilmu fikih tidak pernah diragukan. Ia menguatkan tradisi dengan ketundukan mutlak pada ketentuan hukum dalam kitab-kitab fiqih ditambah keserasian dengan akhlak yang diajarkan dari ulama tradisional. Dalam istilah pesantren semangat tafaqquh (memperdalam pengetahuan hukum agama) dan semangat tawarru (bermoral luhur).

Minat baca Kiai Sahal sangat tinggi. Terbukti beliau punya koleksi 1.800 buku di rumahnya. Meskipun orang pesantren, bacaannya cukup beragam seperti tentang psikologi hingga novel detektif. Alhasil, belum genap berusia 40 tahun, dirinya telah menunjukkan kepintarannya dalam forum fiqih. Ia juga pernah dianugerahi gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam bidang pengembangan ilmu fiqh serta pengembangan pesantren dan masyarakat pada 18 Juni 2003 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kiai Sahal adalah pemimpin Pesantren Maslakul Huda Putra sejak 1963. Pesantren di Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, ini didirikan oleh ayahnya, KH Mahfudz Salam, tahun 1910. Sebagai pemimpin pesantren, Kiai Sahal dikenal sebagai pendobrak pemikiran tradisional di kalangan NU. Sikapnya yang menonjol ialah mendorong kemandirian dengan memajukan kehidupan masyarakat di sekitar pesantrennya melalui pengembangan pendidikan, ekonomi dan kesehatan.

Kiai Sahal juga menegaskan, sejak awal berdirinya NU, warga NU yang merupakan bagian dari masyarakat madani berada pada kutub yang berseberangan dengan negara. Kiai Sahal mencoba mempertahankan tradisi tersebut. Saat itu, konteksnya adalah naiknya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI.

Dia pun menyatakan pemerintah tidak perlu ikut campur dalam hal agama. Menurut dia, pemerintah sebagai pengayom memang bertanggung jawab, berhak, dan berkewajiban membina, memberi fasilitas untuk semua agama, tapi jangan intervensi terlalu jauh sebab itu hubungan manusia dengan Tuhan.

Perihal Pancasila, dia menyatakan itu bukan ciri, tetapi visi. "Identitas artinya ciri intrinsik yang melekat pada sesuatu yang dicirikan. Identitas bangsa banyak dibicarakan orang, tetapi tidak banyak dikupas. Bila identitas bangsa sudah ditetapkan, daerah boleh memiliki ciri khasnya dengan koridornya tetap identitas bangsa.

Kiai Sahal menikah dengan Hj Nafisah binti KH Abdul Fatah Hasyim, Pengasuh Pesantren Fathimiyah Tambak Beras Jombang pada 1968. Memiliki putra bernama Abdul Ghofar Rozin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar