Minggu, 24 Maret 2013

BERLAKUNYA HUKUM RIMBA DI NEGERI YANG MENGEDEPANKAN HUKUM SEBAGAI PANGLIMA.

4 Tahanan Tewas Bukan Pelanggaran HAM (LP Sleman)

Hukum rimba yang adanya di hutan belantara sedang dipraktekan terjadi di negara tercinta Indonesia. Hukum rimba yang bercirikan siapa kuat dia yang berkuasa sehingga bisa berbuat semau-maunya tanpa ada aturan yang jelas. Dirinya adalah aturan yang jelas tersebut.

Adalah sertu Heru Santosa anggota kopassus Kandang Menjangan Kartosuro yang tewas dalam pertikaian di kafe paling ramai di Yogyakarta, Hugos Cafe. Apa alasan pertikaian tersebut masih belum jelas, apakah perebutan jasa keamanan kafe ? Persaingan penjualan narkoba ? Atau senggolan di lantai dansa ? Atau perselisihan di luar kafe yang terbawa sampai ke dalam kafe ? Yang pasti pelaku pembunuhan terhadap Sertu Heru Santosa telah ditangkap dan ditahan oleh penyidik polda DIY dan penahanannya dititipkan di Lapas Cebongan Sleman. Ke-4 tersangka pembunuhan adalah Yohannes Juan Manbait alias Juan, Gameliel Yermiayanto Rohiriwu, Andrianus Candra Gajala alias Dedi, Hendrik Benyamin Sahetapy Engkel alias Diki. Mereka berasal dari Kupang NTT.

Dinihari tadi ke-4 orang tersebut telah tewas tanpa bisa melakukan perlawanan karena mereka berada dalam sel tahanan. Ngeri pasti membayangkan apa perasaan ke-4 tahanan tersebut sebelum di eksekusi penyerangnya, apalagi sipir penjara tidak bisa berbuat apa-apa, menembak penyerang saja tidak, padahal sipir dibekali oleh senjata, mungkin sipir penjara, terpasuk kepala pengamanan Lapas dan Kepala Lapas berpikir : ‘biar sajalah mati 4 tahanan tersangka pembunuhan ini, gak bakal ada yang sedih, gak melanggar HAM, daripada gue yang mati’
Lagipula LP Sleman yang berada dibawah lingkungan kemenkumham RI bisa mencontoh apa yang dilakukan menkumham RI atau wamenkumham RI yang mengklaim tidak melanggar HAM saat melakukan pemindahan narapidana korupsi dari LP Porong Surabaya ke LP Sukamiskin Bandung dengan tangan narapidana diborgol dan disatukan berbaris dengan tali yang menghubungkan borgol-borgol tersebut, naik kereta api Argo Wilis siang hari dan dipamerkan ke media nasional dan orang banyak sejak dari stasiun Surabaya sampai stasiun Bandung, sejak dari Lapas Porong sampai Lapas Sukamiskin, seperti surat terbuka yang disampaikan Parman kepada SBY, yang berjudul ‘Ayahku Koruptor, Tapi Bukan Binatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar