Rabu, 14 Oktober 2015

Alex Suherman : "POLITIK BALAS BUDI"

                                                                       Alex Suherman

Balas budi, bukanlah sebuah sikap yang diharamkan.

Info Media Nasional News - Dalam mengarungi kehidupan, yang nama nya balas budi, boleh jadi merupakan sebuah kepantasan. Bangsa kita, dikenali sebagai bangsa yang selalu mengedepankan rasa kekeluargaan. Hal ini pun jelas tersirat dalam konstitusi kita, dimana dalam Pasal 33 UUD 1945 jelas-jelas ditegaskan "perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan". Prinsip "kekeluargaan" sendiri tentu nya bukan hanya berlaku dalam kehidupan perekonomian semata, namun sikap yang demikian, berlaku pula dalam bidang kehidupan yang lain nya, termasuk dalam kehidupan politik, sosial dan budaya.

   Balas budi sendiri merupakan sebuah sikap yang sangat luhur. Di dalam nya terkandung makna penghargaan dan penghormatan terhadap kiprah seseorang yang basis utama nya dicirikan oleh ada nya prinsip saling tolong menolong. Balas budi benar-benar sebuah sikap yang terpuji, selama dalam praktek nya tidak dibumbui oleh intrik atau pun kepentingan-kepentingan tertentu. Selain itu, balas budi juga merupakan sebuah wujud dari kasih sayang sesama warga bangsa atas apa-apa yang dikiprahkan dalam kehidupan. Itulah sebab nya, mengapa banyak pihak yang mempersepsikan balas budi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari indah nya sebuah kehidupan.

   Sikap tolong menolong, bantu membantu, bahu membahu, bukan hal yang baru dalam mengarungi kehidupan. Bangsa kita dikenal dengan kegotong-royongan nya. Kaedah"berat sama dipikul ringan sama dijinjing", sudah menjadi komitmen kehidupan. Begitu pun dengan makna "berbagi pikir" dan "bersambung rasa". Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, saling menghargai dan saling membutuhkan, mesti nya yang dimaksud dengan balas budi janganlah dianggap sebagai seuatu yang ditabukan. Jadikan lah balas budi sebagai hal yang biasa, selama tidak melanggar norma dan etika kehidupan, baik itu dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

   Dalam kaitan nya dengan kehidupan politik, makna balas budi seringkali dipersepsikan ke dalam beragam tafsir. Umum nya akan lebih mengedepan hal-hal yang negatif dari pada yang positif nya. Sebutlah sebuah teladan tentang pemberian posisi kepada seorang anggota tim sukses yang dianggap berjasa dikarenakan yang bersangkutan mampu menghantarkan sang pemberi posisi ke sebuah jabatan publik. Terlepas apakah perlakuan yang demikian dinilai sebagai politik balas budi atau pun bukan, namun jika yang bersangkutan memang memiliki potensi, kapasitas dan kompetenti yang mumpuni untuk menduduki posisi tersebut, mesti nya hal yang demikian tidak perlu dipersoalkan. Lain cerita jika orang tersebut memang sangat bertolak-belakang dengan apa yang dijabat nya, baik dari disiplin keilmuan, jam terbang pengalaman nya atau pun kredibilitas pribadi nya. Suatu hal yang wajar jika kemudian ada yang melakukan penggugatan.

   Suasana yang selama ini terekam, khusus nya dalam panggung politik nasional dan juga di beberapa daerah, fenomena politik balas budi ini, terlihat sudah transparan. Tidak sedikit jabatan-jabatan strategis lebih diprioritaskan untuk "diberikan" kepada orang dekat sang pejabat. Lebih tegas nya suatu hal yang tidak mungkin terjadi bila posisi-posisi kunci itu diberikan kepada orang lain yang dalam bahasa Sunda disebut "teu mais teu meuleum" (tidak memepes dan tidak membakar). Prioritas utama pasti diberikan kepada orang kepercayaan nya. Setelah itu baru koalisi yang menopang nya. Hanya agar kesan demokrasi dapat dipenuhi, baru lah yang lain diberi kesempatan, sekali pun dipasang hanya sebagai pemantes demokrasi semata.

    Politik balas budi, memang sudah terbuka, yang terkadang cukup telanjang. Selama hal itu ditempuh dengan menggunakan akal sehat, tentu semua pihak akan memaklumi nya. Sayang, dalam beberapa kasus terkadang ada juga yang dipaksakan. Orang yang tidak memahami soal kemiskinan misal nya dipaksa untuk menjadi Menteri Kemiskinan. Orang yang tidak memahami soal kekayaan, lalu diposisikan sebagai Menteri Kekayaan. Lebih sedih lagi adalah sekalipun sudah di protes, ternyata pejabat yang memposisikannya tetap ngotot atas keputusan nya. Rumor : kata saya soto ayam, itulah soto ayam, padahal yang sebenar nya dihidangkan adalah tongseng kambing, kerapkali mengemuka menjadi seloroh yang memilukan bagi pendidikan politik rakyat.


   Kini inti masalah nya sudah mulai tergambarkan. Kalau balas budi dijadikan komoditi politik, maka tafsir nya dapat macam-macam. Untuk itu, agar tidak salah persepsi, sebaik nya balas budi jangan dipolitisir, namun cukup dijadikan bagian dari silaturahmi saja. ( Alex Suherman – Sekretaris PAC PDI Perjuangan Bekasi Utara ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar